April 14, 2009

Refleksi Diakonia FM Pematangsiantar.

Pada hari Minggu lalu 21 September 2008, bertempat di Aula Asrama SMK HKBP jalan A.Yani Pematangsiantar dilakukan pagelaran pertemuan fans Radio Diakoni FM 107,8 mhz dengan para fans dan dihadiri oleh komunitas ’suara nafiri Polresta Pematangsiantar’, Direktur Pengmas HKBP Pdt Rejustin Gultom Sth, Pdt Pardede pengelola radio komunitas ini. Acara ini diisi dengan pagelaran Suara Nafiri Polresta Pematangsiantar.

Pertemuan ini, merupakan refleksi perjalanan radio Diakonia yang sudah berlangsung hampir satu tahun dikemas dalam bentuk acara rohani yang diawali dan diakhiri dengan ritus gerejani. Tujuannya adalah agar radio Diakonia dapat memperoleh masukan-masukan untuk pengembangan kapasitas lebih lanjut.

Dalam kegiatan ini digelar acara perkenalan dari para crew dari Diakonia FM dan masing-masing mencetuskan isi hatinya, beberapa diantaranya adalah :

1. Pengelola teknis radio Diakonia FM, menyatakan secara gamblang bahwa : Pada awalnya saya sungguh tidak bisa membayangkan bahwa sebuah komunitas yang demikian besarnya tidak mempunyai radio komunitas. Kenyataan inilah yang menjadi inspirasi dan motivasi bagi saya untuk mewujudkan radio Diakonia FM. Perencanaan mendirikan radio komunitas ini telah direncanakan sejak tahun 2002, namun terus tertunda-tunda dan hanya menjadi bahan diskusi dalam berbagai pertemuan, kemudian dibicarakan lagi pada tahun 2007 dan baru dapat diwujudkan pada awal tahun 2008.
2. Penyiar radio, menceritakan suka-duka dalam menjalankan tugas penyiaran tanpa dukungan ‘kebutuhan dasar esensial’ dan tanpa insentif yang jelas.

Tanggapan dan Saran dari fans :
  1. Tentang kualitas penyiaran dan jadwal yang tidak teratur.
  2. Membentuk komunitas fans yang nantinya diharapkan akan menjadi salah satu sumber pembiayaan, ataupun membuat kotak donasi.
  3. Pengusulan pembiayaan dari HKBP Pearaja dan Pemerintah Kota Pematangsiantar.

Tanggapan :
Saya mengikuti dan berpartisipasi dalam perkembangan radio Diakonia ini sejak awal yang dimulai dengan keprihatinan namun dengan semangat yang kuat. Pada saat peresmiannya satu tahun yang lalu saya menyampaikan apa yang tersirat didalam hati saya yang menjadi pengharapan saya terhadap missi dari radio komunitas ini. Pada saat itu saya mengutip sebuah kisah dari Kitab Keluaran Injil Musa tentang Yoshua menaklukkan dan meruntuhkan tembok Yerikho hanya dengan tiupan nafiri dan sangkakala. Demikianlah pengharapan saya, bahwa radio komunitas Diakonia FM menjadi sangkakala yang akan meruntuhkan keangkuhan, kesombongan dan kegelapan didalam hati kita pada khususnya dan dikota Pematangsiantar ini. Tentu dengan firman dan kidung Tuhan.
Pada beberapa bulan yang lalu, saya mengunjungi radio ini. Saya prihatin dengan berbagai keterbatasan fasilitas bagi crew dan termasuk keterbatasan teknis (daya jangkau siaran), dan inilah yang saya usulkan kepada Pimpinan Departemen HKBP di Pearaja Pendeta Nelson Siregar Sth.

Kini, dengan segala keterbatasan ini tentulah radio Diakonia tidaklah mampu menjadi ‘nafiri dan sangkakala yang meruntuhkan tembok Yerihko’ tetapi hanyalah suara jengkrik ditengah malam,…. Namun Puji Tuhan,…. Fansnya telah semakin membanyak dan inilah yang saya lihat pada hari ini, pertemuan kita ini harus dilakukan diruangan yang besar. Puji Tuhan,………. Potensi inilah yang seharusnya diperhatikan oleh pihak Pengmas HKBP.

Saya memahami pertanyaan pertanyaan yang disampaikan oleh fans, tentang pembiayaan dengan HKBP-Pearaja, dengan Pemda, dengan NGO Emergency Caritas. Kemudian kita sama-sama mendengar bahwa ada cerita pemecatan. Kenapa,………….? Kelembagaan dari Diakonia FM belum ditetapkan secara definitif oleh pihak yang mempunyai otoritas di HKBP Pearaja. Tentu saja dengan kelembagaan yang belum jelas niscaya capacity building dapat terlaksana.

Pada suatu kunjungan ke Radio ini saya membawakan beberapa keping CD yang berisikan berbagai lagu-lagu ‘christian-themed’ dan saya memperoleh respon bahwa ini boleh dan itu tidak boleh, dengan determinan tidak jelas sama sekali, sedang menurut seorang teman yang berkedudukan di Pearaja menyatakan bahwa HKBP tidak tertutup terhadap Christian comtemporary musik.

dikutip dari : taradigadingdangdong.wordpress.com

Evaluasi Reforestrasi & Sosialisasi Arc-HKBP


"Kusakiti Engkau Sampai Perut Bumi"
(Sebuah Evaluasi Reforestrasi (reboisasi) dan sosialiasi, bersama Ani Kartikasari, Konsultan Allience Religion Conservation (ARC) dan Pengmas HKBP)
Di Samosir, 4-7 Mei 2005


Pengantar

Allience Religion Conservation, (ARC), Aliansi agama agama dan konservasi, yang pusatnya di Meinsester (Inggris), Mei 2004 tahun yang lalu menjalin program dan kerjasama dengan HKBP lewat Pengembangan Masyarakat (Pengmas HKBP). Implementasi kegiatan dan aksi nyata diadakan dalam bentuk kegiatan Reboisasi (konservasi alam) di Samosir diadakan di 4 lokasi, seprti: Penanaman 1200 pohon produktif (dalam berbagai jenis) di Onanrunggu 2-3 Oktober 2004 yang lalu, 500 batang pohon di Pintusona (22 Agustus 2004), sekitar 10.000 di Simarmata (12-14 Nopember 2004) dan 5000 batang pohon di Tigaras 19-20 Desember 2004 yang lalu, di samping ibadah dan seminar ekologis. Kunjungan Konsurltan ARC, Ani Kartikasari kali ini bersama Pengmas HKBP, untuk Evaluasi kegiatan tahap perdana dan dan sosialisasi reforestrasi untuk tahap kedua yang direncanakan akan diadakan bulan September dan Oktober 2005 di Smosir, di samping itu ARC bersama Pengmas membangun kerjasama dengan beberapa Gereja, LSM dan Mahasiswa, telah diadakan pada 4-7 Mei 2005, seperti di HKBP Distrik VII Samosir, di HKBP Kornel Distrik V Sumatera Timur, bersama Mahasiswa Pannes kenegerian Simarmata, dengan KALI (Konservasi Alam Lingkungan Hidup) di Medan 6 Agustus 2005. Berikut saripati dari substansi kunjungan dan sosialisai.

Kerusakan Alam yang semakin parah

Lirik dan lagu Sherina, “Tuhan marah kah kau padaku, inikah akhir duniaku…kusakiti engkau sampai perut bumi”, Substansi lagu ini, benar benar mengintatkan kita untuk setiap saat intropeksi dan mengevalasi hubungan dengan alam ciptaan Tuhan yang baik ini. Gempa bumi memang gejala alam yang tidak bisa dihindari, tetapi persoalan sekarang, apakah kita ikut memperparah situasi alam, menyakiti alam hingga perut bumi, yang akibatnya mengakibatkan malapetaka bagi sesama mahluk? Bencana telah terjadi dimana mana. Pohon dalam fungsi ganda, disamping pengembangan ekonomi rakyat, dan sejuk yang menyehatkan, juga akarnya yang teramat perlu untuk menahan deru angin dan terpaan ombak longsor, banjir. Sehingga mahluk selamat dari goncangan yang mencelakakan . Namun teganya insani membabat habis pe pohonan, demi meraup untung maksimal tidak perduli akan dampak minusnya bagi sesama mahluk. Akar pepohonan yang saling berpaut, yang juga tumbuh di tepi pantai akan mampu menahan arus dan kencangnya benturan dan ombak, sehingga mahluk akan selamat dari ancaman bahaya, namun seiring dengan kemajuan tehnologi dalam jaman neoliberalisme, tega nian dengan pondasi pondasi batu, yang ternyata kekuatannya pondasinya lemah dibanding dengan akar pohon yang saling terpaut? Sampaikapankah kita ikut menyiksa dan tidak perduli dengan jeritan alam yang semakin rusak parah ini?

Ikut dalam arak arakan penyelamatan alam.

Adanya pemikiran yang masih terukir dalam benak sekelompok agama: “ urusan mengurus tanah air dan sumber daya alam bukan urusan agama, itu adalah urusan pemerintah. Tugas kami cukup dalam urus rohani saja”, asumsi ini yang memacu insani absen dalam arak arakan penyelamatan lingkungan, demikian Ani Kartikasari dalam Evaluasi dan sosialisasi reforestrasi, konsultan Alience Religion Conservation (ARC) Pada pertemuan di distrik VII Samosir bersama Pengmas HKBP yang didampingi Pdt. Jhony Sihite, Pdt. Parinsan Simanungkalit dan Dolom Sinambela, mengambil tempat di HKBP Simbolon Ressort Simbolon yang dihadiri oleh unsur pelayan Distrik dan warga sekitar 32 orang.

Tapi benarkah demikian? Bukankah dalam ajaran Alkitab, Alquran, Hindu dan Budha dan agama agama lain, jelas sekali bahwa panggilan untuk melestarikan lingkungan., memelihara menjaga lingkungan supaya tidak rusak adalah tugas setiap orang yang beragama. Tetapi sebagai orang yang diselamatkan, kita harus mempembaharuan pola pikir kita, pola tindakan kita, rela bekerja sama dengan orang lain (stake holder), yang mendapat kekuatan dan enerji ketakuatan Yesus Kristus untuk turut menyelamatkan alam sebagaimana Kristus yang rela mati demi penyelamatan akan alam juga? Tugas ini tidak bisa ditawar tawar melihat kondisi kerusakan alam saat ini yang tinggi intensitas kersukannya tidak bisa dibiarkan namun harus ditanggulangi, lanjut Ani Kartika Sari, yang masih menekuni S3 dalam ilmu Konservasi Alam dan Satwaliar di New Zealand akhir ini.

Lagi lagi Kartikasari dalam pertemuan dengan koordinator reboisasi di HKBP Ressort Simarmata yang dipandu oleh Pendeta HKBP Ressort Simarmata Pdt. Robert Silaban dihadiri 12 koordinator lapangan dari HKBP Sangkal, HKBP simarmata, HKBP Malau, Hutaginjang, dan HKBP Simanindo.

Kita terpanggil sebagai berkat. Benar kita tinggal di dalam dunia ini hanya untuk sementara waktu saja. Alam dimana kita tinggal adalah rumah kita untuk sementara waktu, oleh sebab itu. Kita berada di dunia ini demi tugas, menjadi berkat buat alam, dimana kita tinggal. Alam adalah rumah yang telah dipercayakan Tuhan bagi kita. Rumah kita yang kecil ini, kini menderita.

Bencana alam pasti itu bagian dari proses alam yang kita tidak bisa cegah, namun tragisnya tindakan manusia berdosa lebih mempercepat dan memperparah kejadian itu dimanamana, kita lihat sendiri penabangan hutan yang merajalela, pembuangan limbah semena-mena pencemaran air yang terjadi dimana mana, .pembuangan sampah pelastik meracuni tanah, penyedotan minyak tanpa kenal ambang batas, penambangan yang tidak pernah kompromi, semuanya melukai perut bumi tidak bisa busuk, ulah keji dan tindakan yang tidak terpuji.

Semua agama terpanggil untuk menjadi sama seperti Kristus, (Efesus 4), di bumi rumah kita ini kita berlatih dan diperlengkapi agar kita sama seperti Kristus, yang walau dalam titik darah penghabisan Dia terpanggil menyelamatkan dunia ini, bumi, alam dan segala isinya (Yoh 3:16). Pada acara Minggu yang dipimpin oleh Pdt. Reinjustin Gultom, Direktur Pengmas HKBP, Pesan Kebangkitan, bahwa kita terpanggil menyampaikan tugas profetis kepada semua mahluk, bersahabat dengan alam. Sehingga bumi, alam dan segala isinya bersukacita dan bersorak sorai.

Semua orang harus berperan

Mempercayakan pemerintah semata dalam kegiatan reforestrasion, rasanya tidak tepat, sebab disamping kurangnya sumberdaya pemerintah, minim dan bahkan tidak adanya dana anggaran pemerintah dalam reboisasi, membuat kegiatan ini terbenam, demikian Ani dalam pertemuan di HKBP Ressort Simbolon, Untuk itu Seusai kunjungan di Samosir, ARC dan Pengmas HKBP pada pertemuan di Tornauli Parapat 4 Mei 2005 yang dihadiri ARC dan sekjen HKBP akan tetap melanjutkan aksi reboisasi September 2005 ini, sesuai yang disepakati pada Mei 2004 yang lalu, tanpa pernah melupakan peran dan partisipasi rakyat.

Sebelumnya aksi ini akan diawali Pelatihan dan pemberdayaan dan penguatan pengetahuan dan pembobotan teknis, teknis menyeleksi, memilih dan mengadakan pembibitan yang baik. Penanaman jenis bibit bibit lokal yang sekian lama ada, dirasa cocok dan tepat kembali dibudidayakan, dalam waktu dekat ini, pelatihan pembuatan kompos, penyediaan lahan pembibitan di Samosir dan perencanaan perpustakaan khusus di Samosir mengenai tanam tanaman.

Pada Pertemuan dengan Mahasiswa Pannes Kenegerian Simarmata di xl Jalan Singa Medan, dan pertemuan dengan KALI (konservasi Alam dan lingkungan) yang diketuai oleh Ir Jimmi Panjaitan di jalan Terompet Medan, juga Pengmas dan ARC membangun kerjasama ke depan dalam aksi reforestrasi demi pelestarian dan penyelamatan lingkungan ini.

Rekomendasi pertemuan itu agar para pendeta diberi pemahaman tanggungjawab sebagai gembala dalam melestarikan lingkungan. Dan pembenahan kurikulum pendidikan khususnya sekolah pelayan, untuk memuat kurikulum “lingkungan hidup”, karena suatu ketika para pelayan akan memasuki desa, tukas Ani Kartika mengakhiri kunjungannya di Sumatera, semoga.

Pdt.Reinjustin Gultom, Direktur Pengmas HKBP

April 13, 2009

Pupuk Kompos, Keniscayaan bagi Tanaman

Akhir-akhir ini, kebutuhan akan penggunaan pupuk kimia untuk lahan pertanian semakin meningkat. Sementara pupuk organik (kompos) mulai ditinggalkan. Sebelum diperkenalkannya pupuk kimia ini kepada masyarakat, kompos telah menjadi kebutuhan dan incaran petani untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Kini para petani lebih menyukai pupuk kimia dibandingkan kompos. Mereka beralasan pupuk kimia mempunyai kandungan unsur hara yang baik dan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Sedangkan kompos, menurut mereka, tidak mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Bahkan beberapa petani menggunakan pupuk kimia secara berlebihan.

Diakui, pada pemakaian pertama pupuk kimia pada lahan pertanian memang kuantitas produksi meningkat drastis, lebih banyak dari pada penggunaan pupuk kompos. Seiring dengan berjalannya waktu, apa yang selama ini dikhawatirkan muncul, produksi pertanianpun menurun. Namun, petanipun tak juga sadar, malah semakin menambah kuantitas pupuk kimia yang digunakan, dengan harapan produksi kembali stabil. Tahun berganti tahun, harapan para petani akan meningkatnya produksi mereka tak kunjung datang, kuantitas produksi malah semakin menurun.

Memang benar, pupuk kimia mengandung unsur hara dan nutrisi lebih banyak dibandingkan kompos. Namun hanya sebatas itu. Pupuk kimia terbukti tidak mampu memperbaiki kondisi tanah. Sedangkan kompos, meskipun mengandung unsur hara yang lebih sedikit dari pada pupuk kimia, namun dapat memperbaiki kondisi tanah dan menjaga fungsi tanah agar unsur hara yang terkandung dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman.

Pada dasarnya, penggunaan pupuk kimia tidak menjadi masalah serius jika digunakan seimbang dengan kompos. Yang perlu menjadi cacatan kita adalah tidak menggunakan pupuk kimia secara berlebihan. Hal ini dikarenakan pupuk kimia dapat mencemari dan merusak lingkungan (tanah) jika digunakan berlebihan. Dibandingkan kompos, pupuk kimia sangat sulit diserap oleh tanaman, sulit diuraikan air, dan dapat meracuni produk yang dihasilkan oleh tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan pupuk kimia mengandung radikal bebas dan berbahaya bagi manusia karena dapat mengendap didalam buah yang dihasilkan. Sebagian pupuk kimia yang tidak diserap oleh tanaman juga akan menumpuk ditanah dan tidak dapat diuraikan oleh air. Kondisi seperti ini menjadikan tanah tidak produtif. Akibatnya mikroorganisme yang bertugas menggemburkan tanah tidak akan beraktivitas ditanah tersebut.

Mikroorganisme yang ada didalam tanah lebih menyukai kompos dibandingkan pupuk kimia. Kondisi kompos yang alami memudahkan mikroorganisme didalam tanah untuk berkembang dan beraktivitas.
Hasil penelitian juga mengungkapkan kompos mampu menetralkan pH tanah. Tanaman lebih mudah menyerap unsur hara pada kondisi pH tanah yang netral (pH=7). Kondisi seperti ini tidak mampu dilakukan dengan penggunaan pupuk kimia semata.

Sampah Kota sebagai Kompos
Dalam masalah pengelolaan sampah, Indonesia harus belajar banyak dengan negara-negara maju dan berkembang lainnya. Dibeberapa negara maju, masalah pengelolaan sampah menjadi perhatian serius bagi pemerintah, sama serius dengan masalah ekonomi. Hal ini dikarenakan, disatu sisi sampah dapat berdaya guna dan memberikan keuntungan secara ekonomi jika didaur ulang dan diubah dalam bentuk yang lebih bermanfaat. Disisi lain, sampah-sampah yang tidak dibudidayagunakan dan menumpuk disuatu tempat dapat menjadi sarang penyakit serta mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dari segi estetikapun akan tampak kurang bagus.

Sejauh ini, penulis mengamati sampah kota kurang menjadi perhatian dan dimanfaatkan. Dalam masalah pengelolaan sampah ini, umumnya, pemerintah kota di Indonesia masih memakai cara lama, yaitu mengumpulkan sampah-sampah dari masyarakat dan menumpukkannya ke suatu tempat khusus pembuangan sampah. yang dinamakan TPA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir). Disamping menimbulkan bau yang tidak sedap, sampah yang ditumpuk tersebut dapat menjadi sarang penyakit. Jika daerah tempat pembuangan sampah tersebut sudah penuh, maka pemerintah membuka tempat pembuangan sampah yang baru. Lagi-lagi menghabiskan biaya untuk pembukaan lahan baru.

Alangkah bijaksananya jika sampah-sampah yang ditumpuk tersebut dimanfaatkan kembali menjadi barang yang lebih berguna dan bermanfaat seperti dijadikan kompos. Biaya yang telah dianggarkan untuk pembukaan tempat pembuangan sampah baru dapat dialokasikan untuk pengelolaan kompos. Penulis mengambil contoh sampah-sampah buangan dari para pedagang di Pasar Raya Padang. Jika sampah-sampah yang berupa daun-daunan, kulit-kulit buah-buahan, ampas tebu, sisa-sisa makanan, dan sebagainya ini dikumpulkan, bisa diolah menjadi kompos yang bernilai ekonomi. Pemerintah atau swasta dapat membuat industri pengolahan sampah-sampah ini menjadi kompos. Dalam jumlah besar, industri pembuatan kompos cukup menjanjikan dan dapat menambah pendapatan daerah.

Ditulis oleh Yoky Edy Saputra

Pertanian Organik, Latar Belakangnya

Sejak dulu indonesia sudah mengenal sistem pertanian organik seperti sistem pertanian tiga strata di bali, sistem pernaian tanaman lorong dan lain-lain. Akan tetapi sejak di kembangkannya revolusi hiau leh pemerintah di akhir tahun 1960-an, sistem pertanian organik banyak di tinggalkan oleh petani akibat dari minimnya hasil produksi pertanian dibandingkan dengan hasil dari penambahan bahan2 anorganik pada revolusi hijau.

Perkembangan revolusi hijau sangat signifikan dalam meningkatkan produksi pertanian, khususnya padi yang puncaknya terjadi pada pertengahan tahun 1980-an dengan di daulatkannya indenesai sebagai salah satu negara berswasembada beras.

Sejak swasembada beras pada tahun-tahun itu, produksi beras terus menurun tiap tahunnya. Seiring juga dengan pertambahan penduduk, maka kebutuhan akan beras pun terus meningkat. Itu salah satu faktornya. Selain faktor bertambahnya jumlah penduduk, faktor kurangnya lahan dan penurunan tingkat kesuburan tanah juga di sebut-sebut sebagai faktor lain yang menyebabkan menurunnya produksi beras nasional. Saat ini impor beras sudah menjadi kewajiban pemerintah tiap tahunnya untuk menambah kuantitas jumlah beras dalam negeri yang saat ini sudah tidak lagi mampu memasok kebetuhan penduduknya.

Menurut pendapat beberapa ahli, revolusi hijau (penggunaan pestisida, pupuk anorganik dah varietas unggul) mengakbiatkan terjadinya penurunan kualitas lahan berupa menurunnya kesuburan fisik dan biologi tanah. Struktur tanah menjadi lebih padat dan keras, sehingga mempengaruhi porositas dan permeabilitas. Biota dan mikrobita tanah juga mengalami degradasi dalam hal jumlah. Akibat dari penggunaan pestisida, biota2 tanah banyak yg mati sehingga memotong rantai makanan yg mengakibatkan meningkatnya populasi-populasi hama lain pada beberapa jenis tanaman. Selain itu biota tanah dan mikroba tanah juga merupakan organisme yg membabtu perombakan unsur-unsur sehingga tersedia bagi tanaman. Akibat dari kondisi seprti di atas maka ada baiknya mempertimbangkan kembali pemanfaatan produk2 kimia yg berasal dari revolusi hijau tersebut.


Pertanian organik diharapkan mampu mngembalikan kondisi alam yg telah kacau balau akibat dari proses revolusi hijau pada 3 dekade belakangan ini. Dengan penerapan sistem pertanian organik, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan sehingga menciptakan pertanian yg berkelanjutan.

Menurut deptan Pertanian Organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Lebih lanjut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Serifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Dalam hal ini penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen.

Pertanian organik yang merupakan bentuk dari pemanfaatan secara keseluruhan dari bahan-bahan organik dalam penarapannya akan memberikan dampak yang baik bag lingkungan sekitar, sehingga pertanian yang berkelanjutan yang diharapkan mampu memberikan hasil yang konsisten setiap musim panen dapat di capai. Saat ini dengan sistem pertanian moderen (pemanfaatan bahan2 kimia anorganik) sebenarnya sudah mampu meberikan hasil yang maksikmal, tetapi efek samping dari sistem pertanian moderen sangat merugikan lingkungan dan konsumen produk pertanian seperti rusaknya ekosistem, dan penyakit2 jangka panjang pada manusia.

Paradigma masyarakat terhadap penerapan pertanian organik berbeda dan bahkan cenderung di abaikan, kerana presepsi masayakat terhadap pertanian organik masih kurang baik. Kuantitas hasil yang tidak signifikan pada saat-saat awal penerapan pertanian organik membuat beberapa petani susah menerima pertanian organik, sedangkan pertanian moderen dapat memberikan kuantitas hasil yang lebih cepat dan signifikan. Padahal sebenarnya untuk jangka panjang pertanian organik merupakan sistem pertanian yang memberikan hasil sama baik dari pada pertanian moderen bahakan kualitas kesehatan dari hasil pertanian organik lebih baik.

Pertanian organik selain melindungi lingkungan, juga dapat melindungi konsmen pemanfaat hasil pertanian organik. Banyak sekali hasil penelitian yang mengungkapkan penyakit2 yang ditimbulkan oleh penerapan pertanian modern seperti kanker dan tumor, akan tetapi masalah inipun masih menjadi polemik dimasyarakat. Pemnfaatan pestisida berlebihan memang menimbulkan kerusakan lingkungan an kesehatan, apalagi bahan2 kimia yang berasal dari pestisida kimia susah untuk di daur ulang oleh lingkungan dan cenderung bertahan dilingkungan yang mengakibatkannya sebagai sumber racun bagi mahluk hidup disekitarnya.